BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak Tunarungu Secara
fisik, anak tunarungu tidak berbeda dengan anak dengar pada umumnya, sebab
orang akan mengetahui bahwa anak menyandang ketunarunguan pada saat berbicara,
mereka berbicara tanpa suara atau dengan suara yang kurang atau tidak jelas
artikulasinya, atau bahkan tidak berbicara sama sekali, mereka hanya
berisyarat. Anak tunarungu adalah anak yang mengalami gangguan pendengaran dan
percakapan dengan derajat pendengaran yang berfariasi antara 27dB –40 dB dikatakan
sangat ringan 41 dB – 55 dB dikatakan Ringan, 56 dB – 70 dB dikatakan Sedang,
71 dB – 90 dB dikatakan Berat, dan 91 ke atas dikatakan Tuli
Dari
ketidakmampuan anak tunarungu dalam berbicara, muncul pendapat umum yang
berkembang, bahwa anak tunarungu ialah anak yang hanya tidak mampu mendengar
sehingga tidak dapat berkomunikasi secara lisan dengan orang dengar. Karena
pendapat itulah ketunarunguan dianggap ketunaan yang paling ringan dan kurang
mengundang simpati, dibanding dengan ketunaan yang berat dan dapat
mengakibatkan keterasingan dalam kehidupan sehari-hari. Batasan ketunarunguan
tidak saja terbatas pada yang kehilangan pendengaran sangat berat, melainkan
mencakup seluruh tingkat kehilangan pendengaran dari tingkat ringan, sedang,
berat sampai sangat berat. Menurut Moores, definisi ketunarunguan ada dua
kelompok.
Pertama, seorang dikatakan tuli
(deaf) apabila kehilangan kemampuan mendengar pada tingkat 70 dB Iso atau
lebih, sehingga ia tidak dapat mengerti pembicaraan orang lain melalui pendengarannya
baik dengan ataupun tanpa alat bantu mendengar.
Kedua, seseorang dikatakan kurang
dengar (hard of hearing) bila kehilangan pendengaran pada 35 dB Iso sehingga ia
mengalami kesulitan untuk memahami pembicaraan orang lain melalui
pendengarannya baik tanpa maupun dengan alat bantu mendengar.
Heward & Orlansky memberikan
batasan ketunarunguan sebagai berikut :
Tuli (deaf) diartikan sebagai kerusakan yang menghambat seseorang untuk menerima rangsangan semua jenis bunyi dan sebagai suatu kondisi dimana suara-suara yang dapat dipahami, termasuk suara pembicaraan tidak mempunyai arti dan maksud-maksud kehidupan sehari-hari. Orang tuli tidak dapat menggunakan pendengarannya untuk dapat mengartikan pembicaraan, walaupun sebagian pembicaraan dapat diterima, baik tanpa maupun dengan alat bantu mendengar.
Tuli (deaf) diartikan sebagai kerusakan yang menghambat seseorang untuk menerima rangsangan semua jenis bunyi dan sebagai suatu kondisi dimana suara-suara yang dapat dipahami, termasuk suara pembicaraan tidak mempunyai arti dan maksud-maksud kehidupan sehari-hari. Orang tuli tidak dapat menggunakan pendengarannya untuk dapat mengartikan pembicaraan, walaupun sebagian pembicaraan dapat diterima, baik tanpa maupun dengan alat bantu mendengar.
B. Rumusan Masalah
Kurang dengar
(hard of hearing) adalah seseorang kehilangan pendengarannya secara nyata yang
memerlukan penyesuaian-penyesuaian khusus, baik tuli maupun kurang mendengar
dikatakan sebagai ganggunan pendengaran (hearing impaired).
Dari berbagai batasan yang dikemukakan oleh beberapa pakar ketunarunguan, maka dapat disimpulkan bahwa ketunarunguan adalah suatu keadaan atau derajat kehilangan pendengaran yang meliputi seluruh gradasi ringan, sedang dan sangat berat yang dalam hal ini dikelompokkan ke dalam dua golongan besar yaitu tuli (lebih dari 90 dB) dan kurang dengar (kurang dari 90 dB), yang walaupun telah diberikan alat bantu mendengar tetap memerlukan pelayanan khsusus.
Dari berbagai batasan yang dikemukakan oleh beberapa pakar ketunarunguan, maka dapat disimpulkan bahwa ketunarunguan adalah suatu keadaan atau derajat kehilangan pendengaran yang meliputi seluruh gradasi ringan, sedang dan sangat berat yang dalam hal ini dikelompokkan ke dalam dua golongan besar yaitu tuli (lebih dari 90 dB) dan kurang dengar (kurang dari 90 dB), yang walaupun telah diberikan alat bantu mendengar tetap memerlukan pelayanan khsusus.
C. Tujuan
Tujuan penyelenggaraan Layanan
Pendidikan bagi Anak Tunarungu adalah sebagai berikut:
1. Tujuan Umum
Agar dapat mewujudkan
penyelenggaraan pendidikan bagi anak yang berkebutuhan khusus, khususnya bagi
anak Tunarungu seoptimal mungkin dan dapat melayani pendidikan bagi anak didik
dengan segala kekurangan ataupun kelainan yang diderita sehingga anak-anak
tersebut dapat menerima keadaan dirinya dan menyadari bahwa ketunaannya tidak
menjadi hambatan untuk belajar dan bekerja, memiliki sifat dasar sebagai warga
negara yang baik, sehat jasmani dan rohani, memiliki pengetahuan, keterampilan
dan sikap yang diperlakukan untuk melanjutkan pelajaran, bekerja di masyarakat
serta dapat menolong diri sendiri dan mengembangan diri sesuai dengan azas
pendidikan seumur hidup.
2. Tujuan Khusus
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus Sekolah penyelengara
pendidikan khusus (tunarungu) adalah:
- Turut melaksanakan pemerataan dan perluasan kesempatan memperoleh pendidikan bagi anak usia sekolah.
- Peningkatan efisiensi dan efektifitas pendidikan bagi anak tunarungu di Indonesia.
- Penyelenggaraan fasilitas pendidikan yang luwes dan relevan terhadap keperluan anak tunarungu.
- Memiliki pengetahuan, kesadaran pengalaman dan keterampilan tentang isi bidang-bidang studi yang tercantum dalam kurikulum yang resmi.
- Mengarahkan dan membina anak Tunarungu agar dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungan sekitarnya.
- Membantu dan membina anak Tunarungu agar memiliki keterampilan, keahlian, kejujuran, ataupun sumber pemnghasilan yangh sesuai denan jenis dan tingkat ketunaan yang disandangnya.
D. Lingkup
Pengembangan Program Pendidikan bagi individu Tunarungu
- TKLB/TKKh Tunarungu Tingkat Rendah : ditekankan pada pengembangan kemampuan senso-motorik, berbahasa dan kemampuan berkomunikasi khususnya berbicara dan berbahasa.
- SDLB/SDKh Tunarungu kelas tinggi ditekankan pada keterampilan senso-motorik, keterampilan berkomunikasi kemudian pengembangan kemampuan dasar di bidang akademik dan keterampilan sosial.
- SLTPLB/SMPKh Tunarungu ditekankan pada peningkatan keterampilan berkomunikasi dan keterampilan senso-motorik, keterampilan berkomunikasi dan keterampilan mengaplikasikan kemampuan dasar di bidang akademik dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-hari, peningkatan keterampilan sosial dan dasar-dasar keterampilan vokasional.
- SMLB/SMAKh Tunarungu ditekankan pada pematangan keterampilan berkomunikasi, keterampilan menerapkan kemampuan dasar di bidang akademik yang mengerucut pada pengembangan kemampuan vokasional yang berguna sebagai pemenuhan kebutuhan hidup, dengan tidak menutup kemungkinan mempersiapkan siswa tunarungu melanjutkan pendidikannya kejenjang yang lebih tinggi.
E. Definisi Tunarungu
a. Berdasarkan tingkat
kerusakan/kehilangan kemampuan mendengar percakapan/bicara orang digolongkan
dalam 5 kelompok, yaitu
- Sangat ringan 27 – 40 dB
- Ringan 41 – 55 dB
- Sedang 56 – 70 dB
- Berat 71 – 90 dB
- Ekstrim 91 dB ke atas Tuli
b. Ketunarunguan berdasarkan
tempat terjadinya kerusakan, dapat dibedakan atas
- Kerusakan pada bagian telinga luar dan tengah, sehingga menghambat bunyi-bunyian yang akan masuk ke dalam telinga disebut tuli konduktif.
- Kerusakan telinga bagian dalam dan hubungan ke saraf otak yang menyebabkan tuli sensoris
F. Karakteristik Ketunarunguan
Kognisi anak tunarungu antara lain
adalah sebagai berikut:
- Kemampuan verbal (verbal IQ) anak tunarungu lebih rendah dibandingkan kemampuan verbal anak mendengar.
- Namun performance IQ anak tunarungu sama dengan anak mendengar.
- Daya ingat jangka pendek anak tunarungu lebih rendah daripada anak mendengar terutama pada informasi yang bersifat suksesif/berurutan.
- Namun pada informasi serempak antara anak tunarungu dan anak mendengar tidak ada perbedaan.
- Daya ingat jangka panjang hampir tak ada perbedaan, walaupun prestasi akhir biasanya tetap lebih rendah.
G. Penyelenggaraan Sekolah
Sejalan dengan usaha Peningkatan
Mutu Pendidikan dan pemerataan kesempatan belajar bagi anak berkebutuhan khusus
maka pemerintah senantiasa berusaha secara terus menerus memperhatikan
perkembangan dan pertambahan Sekolah penyelenggara pendidikan khusus baik
kualitatif maupun kuantitatif. Dalam menyelenggarakan pendidikan khusus untuk
anak Tunanrungu perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
- Lokasi
- Bangunan/gedung
- Perabot
- Alat pendidikan khusus
- Alat peraga pendidikan
- Personil
sekolah
a. Tenaga kependidikan
b. Tenaga Administrasi
c. Tenaga ahli
d. Tenaga kepustakaan - Kurikulum
- Manajemen dan Administrasi
H. Program Pembelajaran
Meliputi antara lain:
Fisik: kekuatan, daya tahan,
kelincahan
Keterampilan: jalan, loncat,
tangkap
Sosial: kerjasama
BAB II
A.
Riwayat perjalanan gangguan Tunarunggu
Sejak
kecil dia mengalami ganguan pendengaran dikarenakan terdapat sumbatan pada
gendang telinga.
B.
Sebab gangguan Tunarunggu
Kerusakan
telinga bagian dalam dan hubungan ke saraf otak yang menyebabkan tuli sensoris
C.
Ciri fisik, Psikologi, Sosial
Keadaan fisik
normal, psikologi normal, akan tetapi kondisi social kurang karena masalah
komunikasi, tetapi keadaan social dengan sesama teman sangat baik.
Sarana Prasarana
Sarana
Prasarana adalah lingkungan fisik sekolah yang secara tidak langsung menunjang
proses keterlaksanaan belajar mengajar di suatu sekolah, meliputi: jalan,
saluran air, sanitasi, listrik, telpon.
1. Sarana Fisik Sekolah
Dalam membangun kampus pendidikan
khusus untuk anak Tunarungu ada beberapa faktor yang harus diperhatikan antara
lain:
a. Karakteristik
Faktor edukasi harus menjadi titik
tolak perencanaan bentuk sekolah harus diciptakan dalam hubungan yang harmonis
dengan tujuan yaitu untuk mengembangkan potensi anak tuna rungu semaksimal
mungkin termasuk didalamnya beberapa persyaratan paedagogis yang bersifat umum
dan khusus antara lain:
- Suasana yang tentram, tidak berdekatan dengan pasar atau bengkel, pabrik-pabrik. Suasana yang ramai dari hiruk pikuk dengan segala macam bunyian yang merusak telinga tidak menguntungkan anak-anak tuli apa lagi kalau anak tuli itu sedang mengadakan latihan mendengar dengan Hearing Aid.
- Tanah yang disediakan selain untuk membangun juga cocok bagi latihan berkebun, beternak dan sebagainya.
- Adanya fasilitas air, listrik yang dapat menjadi penunjang sarana pendidikan.
b. Keamanan dan transportasi
Keamanan harus cukup terjamin,
yaitu letak sekolah tidak ada dalam areal berbahaya (dekat gedung mesiu, sungai
besar dan sebagainya). Untuk itu perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
- Letak sekolah harus strategis dalam arti sekolah dihubungkan dengan bagian-bagian lain oleh jalan yang baik dan yang cukup dilalui kendaraan umum. Sehingga memudahkan orangtua murid, dokter dan lainnya ke lokasi sekolah.
- Agar sekolah benar-benar dapat menjadi tempat pengembangan potensi bagi anak penyandang tunarungu hendaknya memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a.
Tanah untuk sekolah
harus memenuhi syarat-syarat kesehatan antara lain :
(1). tidak dekat pembuangan sampah.
(2). tanahnya mudah dikeringkan.
(3) Pembuangan kotoran mudah dilaksanakan karena (saluran) riolringnya baik.
(1). tidak dekat pembuangan sampah.
(2). tanahnya mudah dikeringkan.
(3) Pembuangan kotoran mudah dilaksanakan karena (saluran) riolringnya baik.
b.
Untuk sekolah
pendidikan khusus Tunarungu dengan kapasitas 100 orang yang ideal diperlukan
tanah seluas kurang lebih 20.000 m2 dan dipergunakan untuk :
(1). komplek bangunan kurang lebih 10.000 m2
(2). lapangan bermain olahraga, tempat parkir, kebun bunga/taman kurang lebih 5.000 m2
(3). tanah untuk pertanian kurang lebih 5.000 m2
(1). komplek bangunan kurang lebih 10.000 m2
(2). lapangan bermain olahraga, tempat parkir, kebun bunga/taman kurang lebih 5.000 m2
(3). tanah untuk pertanian kurang lebih 5.000 m2
Dengan fasilitas tanah seluas itu
anak-anak dapat belajar dalam suasana aman dan tentram serta memberikan
keluasaan bergerak yang optimal.
Bangunan-bangunan yang
diperlukan di sekolah pendidikan khusus Tunarungu adalah sebagai berikut:
- Ruang
belajar
(a) ruang teori
(b) ruang bina wicara
(c) ruang laboratorium
(d) ruang keterampilan putri
(e) ruang keterampilan putra
(f) ruang serba guna/kesenian
(g) ruang latihan mendengar (ruang training 1 ruang)
(h) ruang audiologi
(i) ruang observasi - Ruang
penunjang
(a) ruang perpustakaan
(b) ruang bimbingan dan penyuluhan
(c) ruang klinik ruang dokter anak, dokter THT dan psikolog
(d) ruang UKS
(e) ruang audiometer
(f) ruang pameran
(g) ruang kepala sekolah
(h) ruang tata usaha
(i) ruang guru
(j) ruang ibadah
(k) gudang
(l) kamar mandi/WC murid
(m) kamar mandi/WC guru
(n) ruang koperasi/kantin
(o) ruang tunggu/bangsal pertemuan
(p) bangsal kendaraan
(r) rumah penjaga
(s) ruang latihan keterampilan
- Menjahit, seni lukis, pekerjaan tangan, perbengkelan, dan koleksi hasil pekerjaan tangan
(t) rumah kepala sekolah
(u) rumah guru - Asrama
Sebaiknya asrama dibangun dengan sistem pavilyun penghuni dari pavilyun maksimal 10 orang termasuk satu orang penjaga. Untuk 100 orang anak diperlukan maksimal 12 pavilyun dengan fasilitas tersendiri tiap-tiap pavilyun terdiri dari :
a) kamar untuk penjaga
b) kamar tidur untuk anak-anak
Tata Letak Ruang
1. Ruang-ruang di sekolah
- Ruang kelas biasa. Bangunan dan ruang kelas untuk anak tunarungu dan anak normal pada umumnya tidak berbeda dengan sekolah umum yaitu bangunan harus kokoh, udara harus cukup untuk anak dan selalu segar karena ventilasi yang sempurna, dinding dan lantai harus kering tidak boleh lembab, penerangan harus cukup dan cahaya dari luar hendaknya datang dari sebelah kiri anak. Persyaratan mengenai papan tulis dan bentuk bangku yang tidak membahayakan kesehatan anak.
- Ruang latihan bicara dan ruang audiometri sebaiknya agar tidak terganggu oleh anak-anak lain, pelajaran latihan bicara diberikan dalam suatu ruang khusus, cukup untuk 1 guru 2 anak dan alat-alat yang diperlukan. Jika ruangan latihan bicara sekaligus dipakai untuk latihan mendengar dengan menggunakan alat pembantu dengar, sebaiknya dinding ruang diberi atau berlapis dengan semacam gabus peredap suara.
- Ruang Audiometri. Ruang untuk keperluan meneliti dan mengukur (sisa) pendengaran dengan audimeter, merupakan ruang khusus yang letaknya sejauh mungkin dari sumber kegaduhan. Ruang itu dibuat kedap suara; sedemikian sehingga seberapa boleh tidak ada suara dapat masuk. Dinding dibagian dalam sebaiknya terdiri atau dilapisi bahan peredap suara.
2. Perabot Sekolah
Secara garis besar perabot yang
diperlukan untuk Sekolah pendidikan khusus Tunarungu hampir sama dengan
keperluan anak-anak normal, mereka memerlukan : meja, kursi, almari, papan
tulis, peta-peta, buku tulis, buku pelajaran, alat olahraga dan lapangan
olahraga normal, baik ukuran maupun syarat permainannya.
Sarana pendidikan adalah alat atau salah satu komponen dalam proses belajar mengajar yang diganakan untuk memvisualkan, memperagakan dan mempraktekkan serta memperjelas konsep ide atau gagasan untuk membantu mempercepat daya serap terhadap mata pelajaran.
Sarana pendidikan adalah alat atau salah satu komponen dalam proses belajar mengajar yang diganakan untuk memvisualkan, memperagakan dan mempraktekkan serta memperjelas konsep ide atau gagasan untuk membantu mempercepat daya serap terhadap mata pelajaran.
3. Sarana Pendidikan
a. Alat Pendidikan Khusus
Berhubung dengan ketulian yang
dideritanya, maka sangat diperlukan alat-alat bantu khusus meningkatkan
potensinya, yang masih dapat diperbaiki dan dikembangkan terutama masalah
komunikasi baik dengan menggunakan bahasa lisan maupun tulisan.
Kebutuhan minimal alat kebutuhan
khusus di Sekolah Luar Biasa untuk anak-anak tunarungu antara lain:
1) Audiometer
Yaitu alat penelitian yang dapat
mengukur segala aspek dari pendengaran seseorang. Dengan audiometer dapat
dibuat sebuah audigram yang dapat memberitahukan angka dari sisa pendengaran
anak.
2) Alat bantu mendengar
(hearing aid)
Dengan mempergunakan alat bantu
dengar (hearing aid) perorangan dan alat bantu dengan (group hearing aid)
kelompok, anak-anak tunarungu diberikan latihan mendengar. Latihan-latihan
tersebut dapat diberikan secara individual atau secara kelompok.
3) Cermin
Untuk memberikan cantoh-contoh
ucapan dengan artikulasi yang baik diperlukan sebuah cermin. Dengan bantuan
cermin kita dapat menyadarkan anak terhadap posisi bicara yang kurang tepat.
Dengan bantuan cermin kita dapat mengucapkan beberapa contoh konsonan, vokal
dan kata-kata atau kalimat dengan baik.
3) Alat bantu wicara (speech
trainer)
Speech trainer ialah sebuah alat
elektronik terdiri dari amplifaer, head phone dan mickrophone. Gunanya untuk
memberikan latihan bicara individual. Bagi yang masih mempunyai sisa
pendengaran cukup banyak akan sangat membantu pembentukan ucapannya. Bagi yang
sisa pendengarannya sedikit akan membantu dalam pembentukan suara dan irama.
b. Alat Peraga
Untuk memperkaya perbendaharaan
bahasa anak hendaknya jangan dilupakan alat-alat peraga tradisional seperti:
1) Miniatur binatang-binatang
2) Miniatur manusia
3) Gambar-gambar yang relevan
4) Buku perpustakaan yang bergambar
5) Alat-alat permainan anak
1) Miniatur binatang-binatang
2) Miniatur manusia
3) Gambar-gambar yang relevan
4) Buku perpustakaan yang bergambar
5) Alat-alat permainan anak
Sesuai dengan kemampuan anak
tunarungu dalam kurikulum lebih diutamakan mata pelajaran keterampilan yang
menuju kearah irama. Untuk itu diperlukan alat-alat keterampilan untuk pria dan
atau wanita antara lain sebagai berikut :
1) Alat pertukangan
2) Alat pertanian
3) Alat perbengkelan
4) Alat tenun
5) Alat masak memasak
6) Alat jahit menjahit
7) Alat salon kecantikan
8) Alat potong rambut (barber shop)
9) Komputer
1) Alat pertukangan
2) Alat pertanian
3) Alat perbengkelan
4) Alat tenun
5) Alat masak memasak
6) Alat jahit menjahit
7) Alat salon kecantikan
8) Alat potong rambut (barber shop)
9) Komputer
BAB III
Kurikulum Pendidikan Khusus Anak
Tunarungu
Ketunarunguan yang berdampak kepada
kemiskinan bahasa dan hambatan dalam berkomunikasi, dianggap menyulitkan orang
lain termasuk dalam layanan pendidikannya. Hal ini dapat dibuktikan terutama di
Indonesia,
hingga kini layanan pendidikan bagi anak tunarungu sebagian besar bersifat
segregatif, yaitu pelayanan pendidikan bagi anak-anak dengan kebutuhan khusus
yang terpisah dari satuan pendidikan pada umumnya. Wujud dari pendidikan
segregatif ini adalah yang lazim dikenal Sekolah luar biasa (SLB).
Sistem segregatif ini baik, jika
hanya untuk kepentingan pembelajaran, namun jika sampai kepada layanan
pendidikan, segregatif tentu saja akan merugikan anak. Mereka akan kehilangan
haknya untuk belajar, bersosialisasi dan berkomunikasi dengan teman sebayanya
yang mendengar. Sistem pendidikan segregatif (SLB) sangat tidak membantu
perkembangan sosialitas peserta didik. Sehingga tetap sulit bagi anak khusus,
khususnya anak tunarungu yang sudah tamat dari SLBuntuk dapat diterima sebagai
anggota masyarakat. Hal ini merupakan akibat dari adanya penyederhanaan
strategi pembelajaran yang tidak memperhitungkan bahwa pergaulan antar peserta
didik dalam komunitasnya merupakan bentuk proses pembelajaran natural yang
seharusnya tidak boleh diabaikan.
Berdasarkan karakteristik anak
tunarungu, khususnya miskinnya bahasa yang disebabkan karena ketunarunguannya
yang berakibat ia tidak mengalami masa pemerolehan bahasa seperti halnya anak
dengar lainnya, maka dalam pengembangan kurikulum untuk anak tunarungu harus
dilandasi pada kompetensi berbahasa dan komunikasi yang selanjutnya dapat
diimplementasikan dalam pengajaran bahasa yang menggunakan pendekatan
percakapan. Disinilah nampak metode ini sejalan dengan konsep Language Across
the Curricullum atau kurikulum lintas bahasa, yang memiliki filosofi bahwa
tujuan kurikulum akan dapat dicapai dahulu jika didahului dengan keterampilan
dan penguasaan bahasa yang tinggi.
Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa dari Language Across the Curricullum itu adalah sebuah metode
pembelajaran yang senantiasa disajikan melalui konteks kebahasaan melalui
percakapan, yang tahapannya dari mulai penguasaan bahasa, aturan bahasa, hingga
ke pengetahuan umum.
Untuk itu perlu dikembangkan satu model kurikulum bagi anak dengan gangguan pendengaran yang berbasiskan Kompetensi Berbahasa dan Komunikasi untuk menuju kecakapan hidup.
Untuk itu perlu dikembangkan satu model kurikulum bagi anak dengan gangguan pendengaran yang berbasiskan Kompetensi Berbahasa dan Komunikasi untuk menuju kecakapan hidup.
Kurikulum yang berlaku di
pendidikan khusus untuk anak tunarungu masih menggunakan Kurikulum 1994,
sedangkan wacana yang berkembang sekarang ini kurikulum yang berbasis
kompetensi sehingga mengarah pada skill dan keterampilan masing-masing peserta
didik sesuai dengan kekhususannya. Secara proporsional kurikulum pada SDLB
menitikberatkan pada program keterampilan 42% dan SMPLB menitikberatkan pada
program keterampilan 62%. Pelaksanaannya di lapangan sangat dipengaruhi oleh
faktor lingkungan di mana sekolah tersebut berada dan hal ini pun masih harus
disesuaikan dengan keberadaan situasi dan kondisi lingkungan daerah
masing-masing. Sebagai contoh:
SDLB Negeri Kedungkandang yang berada di perkotaan dapat menerapkan
keterampilan otomotif, percetakan, sablon, mengukir atau Seni.
Kurikulum Sekolah Luar Biasa 1994 yang memuat tentang Landasan Program dan Pengembangan; Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP); Tentang Pedoman Pelaksanakan, sedangkan Kurikulum yang telah diberlakukan pada tahun 2003 adalah Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), yang mencakup satuan pendidikan TKLB, SDLB, SLTPLB, dan SMLB memberikan kesempatan bagi anak-anak berkebutuhan khusus untuk mengembangkan kompetensinya seoptimal dan setinggi mungkin dan untuk mendapatkan pekerjaan yang berguna agar dapat hidup mandiri di masyarakat dan dapat bersaing di era global. Kurikulum ini memungkinkan siswa dapat belajar atau mempelajari sesuai dengan bakat dan minat serta program keterampilan yang ditawarkan pada lembaga pendidikan khusus, dengan komposisi perbandingan antara teori dan praktik cukup proporsional.
Kurikulum Sekolah Luar Biasa 1994 yang memuat tentang Landasan Program dan Pengembangan; Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP); Tentang Pedoman Pelaksanakan, sedangkan Kurikulum yang telah diberlakukan pada tahun 2003 adalah Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), yang mencakup satuan pendidikan TKLB, SDLB, SLTPLB, dan SMLB memberikan kesempatan bagi anak-anak berkebutuhan khusus untuk mengembangkan kompetensinya seoptimal dan setinggi mungkin dan untuk mendapatkan pekerjaan yang berguna agar dapat hidup mandiri di masyarakat dan dapat bersaing di era global. Kurikulum ini memungkinkan siswa dapat belajar atau mempelajari sesuai dengan bakat dan minat serta program keterampilan yang ditawarkan pada lembaga pendidikan khusus, dengan komposisi perbandingan antara teori dan praktik cukup proporsional.
Program program pembelajaran untuk SDLB Yaitu:
1.
stracing aktif
2.
kalestenik
3.
latihan menendang bola
plastic berwarna-warni dengan menggunakan kaki bagian dalam
4.
pasing dengan
menggunakan kaki bagian dalam dengan formasi berpasangan
5.
heading bola secara
bergantian dengan formasi baris berlapis
6.
pendinginan
(collingdoun)
Dasar Hukum
- Undang-Undang
Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Bab IV pasal 5 ayat 2, 3 dan 4 serta bab VI pasal 32 ayat 1, 2 dan 3 menyatakan bahwa warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh layanan pendidikan khusus. - Undang-undang No. 22 tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2000 tentang Pemerintahan Daerah dan Pembagian Kewenangan Pusat dan Propinsi, mengatakan bahwa Pengelolaan Pendidikan Luar Biasa ada pada Dinas Pendidikan Propinsi.
- Kepmendiknas No. 031/O/2002 tanggal 18 Maret 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Depdiknas pasal 125 bahwa Direktorat Pendidikan Luar Biasa mempunyai tugas melaksanakan perumusan kebijakan, pemberian bimbingan dan evaluasi di bidang pendidikan luar biasa.
Manajemen
Manajemen pada lembaga pendidikan
khusus di era sekarang ini lebih menitikberatkan pada aspek pengelolaan yang
mengarah pada kemandirian sekolah dan sebuah bentuk atau wujud keterlaksanaan
otonomi sekolah
Sebagai individu yang merupakan
sesama warganegara, anak tunarungu juga memiliki hak yang sama dalam memperoleh
layanan pendidikan. Itu merupakan satu hal yang bersifat kodrati, alami dan
manusiawi. Oleh sebab itu tak dapat dipungkiri lagi bahwa pendidikan merupakan
salah satu hak dasar bagi setiap individu manusia, termasuk didalamnya anak
tunarungu.
Namun demikian, upaya untuk
menempatkan anak tunarungu sejajar dengan anak yang mendengar adalah bukanlah
hal yang mudah. Pertanyaannya adalah, strategi apakah yang dapat memberikan
kemampuan komunikasi dan berbahasa yang cukup sehingga anak tunarungu memiliki
kecukupan bahasa untuk belajar bidang-bidang studi lainnya, serta
bersosialisasi dengan guru dan teman sebayanya di sekolah maupun di luar
sekolah ? Untuk menentukan strategi yang sesuai terhadap layanan pendidikan
anak tunarungu tidak lepas dari beberapa faktor manajemen pengelolaan
pendidikan bagi anak tunarungu sebagai berikut:
1. Manajemen Berbasis Sekolah
Di era desentralisasi ini seluruh
sektor termasuk sektor pendidikan dituntut untuk ber “otonomi”, antara lain
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah dalam mengelola pendidikan
luar biasa sudah saatnya menyerahkan sebagian kewenangan pengelolaannya kepada
daerah dan masyarakat lingkungan sekolah. Salah satu kebijakan yang menyangkut
otonomi pendidikan luar biasa, pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal
Pendidikan Dasar dan Menengah adalah konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).
Pada awal tahun 2000 Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah telah
memperkenalkan dan mensosialisasikan konsep manajemen berbasis sekolah, sebagai
konsekuensi logis terhadap diberlakukannya UU No. 22 tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah dan PP No. 25 tahun 2000, tentang Kewenangan Pemerintah dan
Kewenangan Propinsi sebagai daerah otonom.
Manajemen Berbasis Sekolah
bertujuan untuk memandirikan atau memberdayakan sekolah melalui pemberian
kewenangan (otonomi) kepada sekolah dan mendorong sekolah untuk melakukan
pengambilan keputusan secara partisipatif. Lebih rincinya Manajemen Berbasis
Sekolah bertujuan untuk:
- Meningkatkan peranserta warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama;
- Meningkatkan tanggungjawab sekolah terhadap orangtua, mayarakat, pemerintah dan mutu sekolahnya;
- Meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan yang akan dicapai;
- Memberikan pertanggungjawaban tentang mutu pendidikan kepada pemerintah, orangtua peserta didik, dan masyarakat;
- Memberikan kesempatan kepada sekolah untuk menyusun kurikulum muatan lokal, sedangkan kurikulum inti dan evaluasi berada pada kewenangan pusat dan pengembangannya disesuaikan dengan daerah dan sekolah masing-masing.
- Memberikan kesempatan untuk menjalin hubungan kerjasama kepada sekolah baik dengan perorangan, masyarakat, lembaga dan dunia usaha yang tidak mengikat.
Manajemen berbasis sekolah sudah
mulai dirintis Direktorat Pendidikan Luar Biasa lebih awal. Wujud nyata dari
ide School Base Management itu dapat kita lihat mulai dari enrolment-assessment
awal, penempatan siswa pada kelas-kelas yang sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki, pembuatan Individual Educational Program (IEP) oleh guru dalam
mengajar yang selalu melibatkan orang tua murid, guru, tenaga ahli, dan para
spesialis yang membidangi, sehingga anak betul-betul dapat dilayani secara
profesional. Hubungan guru dengan orangtua dan masyarakat selalu dijaga
kelangsungannya sehingga permasalahan yang timbul dapat diatasi bersama secara
holistik.
2. Ketenagaan
a. Tenaga Kependidikan
- Kepala Sekolah bertugas dan bertanggung jawab memimpin/manajemen dari terselenggaranya program pendidikan pada sekolah luar biasa yang dibinanya.
- Guru Bidang Keterampilan bertugas mengembangkan bakat dan minat anak, yang berhubungan dengan kemampuan kerja mereka juga menyusun program latihan kerja yang diperlukan, sehingga anak menjadi kreatif dan produktif.
- Guru Kelas bertugas melaksanakan program pengajaran di kelas mungkin dengan mengindahkan pentingnya pelayanan individual pada anak.
- Guru Latihan Bicara, Semua guru untuk anak tunarungu harus mempunyai keahlian untuk memberi latihan bicara, latihan bicara secara klasikal dapat diberikan setiap hari di kelas. Sedangkan untuk latihan individual di ruang latihan bicara diberikan oleh guru khusus latihan.
- Ahli
Bina Wicara bertugas mencari sebab-sebab kesukaran bicara atau kelainan
bicara yang bersumber pada kesukaran-kesukaran psikologis.
Misalnya kelainan emosi (takut, malu, tertekan, rasa rendah diri, tidak percaya pada kemampuan diri, merasa diperlakukan kurang adil, kurang diperhatikan, kurang kasih sayang) serta memberikan terapinya dengan program yang matang. Jika kesukaran bicara anak disebabkan oleh kelainan organis, ia dapat memberikan saran untuk mengatasi kelainan tersebut pada orangtua yang bertanggung jawab sebagai wali. - Guru mata pelajaran yang lain sama dengan guru mata pelajaran pada sekolah normal lainnya seperti : guru agama, guru olahraga, kesenian dan lainnya sama dengan sekolah normal.
b. Tenaga Ahli
Ahli-ahli yang diperlukan antara
lain:
- Dokter THT (Dokter spesial telinga hidung dan tenggorokan) ia bertugas mengevaluasi hidung, tenggorokan dan telinga, untuk menetapkan apakah organ-organ tersebut berfungsi normal, apakah terjadi pembesaran tonsil, terjadi infeksi dan apakah ada kelainan pada organ pendengaran tersebut.
- Audiometris
bertugas memeriksa derajat sisa pendengaran anak, memeriksa anak mendengar
dengan kondisi hawa atau dengan kondisi tulang, ia juga menentukan sisa
pendengaran pada telinga kiri dan kanan serta menentukan
jenis alat - Psikolog menentukan tingkat kecerdasan anak, menentukan kalainan-kelainan psikologis lainnya yang berpengaruh negatif pada diri anak misalnya perkembangan kepribadian anak, kemampuan ingatan anak, kemajuannya di sekolah, tingkah laku anak, keadaan emosinya dan sebagainya.
- Pekerja Sosial bertugas mengumpulkan data terutama yang berhubungan dengan latar belakang sosial anak problem-problem yang terjadi hubungan antar keluarga, latar belakang ekonomi keluarganya, sikap sosial anak, orangtua dan masyarakat sekitar.
- Orto
Pedagogik atau seorang ahli pendidikan anak luar biasa bertugas dan
berwenang menentukan jenis program pendidikan untuk setiap kelompok anak
tunarungu. Bimbingan dan Penyuluhan selama anak mengikuti pendidikan di
sekolah perlu diselenggarakan bimbingan dan penyuluhan yang positif dalam
berbagai keaktifan hidup mereka. Bimbingan dan penyuluhan tersebut
bertujuan memberikan kemampuan kepada anak supaya dapat menyelesaikan dan
memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapi mereka dalam bermacam-macam
situasi bimbingan dan penyuluhan yang diperlukan antara lain:
• Bimbingan dan penyuluhan dalam pendidikan
• Bimbingan dan penyuluhan dalam kejuruan/kerja
• Bimbingan dan penyuluhan dalam segi sosial/kemasyarakatan
• Bimbingan dan penyuluhan dalam segi pribadi
• Bimbingan dan penyuluhan dalam segi kesehatan
c. Tenaga Administrasi dan
Tenaga lainnya
Selain guru pada sekolah luar biasa
diperlukan juga pegawai yang tidak kalah pentingnya dalam upaya
terselenggaranya program penyelenggaraan suatu sekolah diantaranya :
1) Tata Usaha Sekolah dan staf
2) Pesuruh sekolah
3) Penjaga sekolah
4) Tukang kebun
5) Sopir
1) Tata Usaha Sekolah dan staf
2) Pesuruh sekolah
3) Penjaga sekolah
4) Tukang kebun
5) Sopir
d. Tenaga Asrama
Bagi Sekolah Luar Biasa yang
menyelenggarakan asrama diperlukan tenaga asrama sebagai berikut :
1) Kepala Asrama
2) Pembimbing anak
3) Juru masak
4) Pelayan
5) Sopir Asrama
1) Kepala Asrama
2) Pembimbing anak
3) Juru masak
4) Pelayan
5) Sopir Asrama
Sedikit banyak meraka turut
mempunyai andil dalam mensukseskan kemampuan menghayati suka duka anak-anak
luar biasa bagian tunarungu dan mempunyai dedikasi untuk membantu anak-anak
tunarungu secara wajar dengan penuh pengertian dan rasa cinta kasih yang
mendalam.
Pegawai-pegawai SLB bagian
tunarungu harus bekerjasama dan dapat membantu staf, guru, dan dapat
menciptakan suasana dan situasi yang menguntungkan untuk berlangsungnya
Pendidikan Luar Biasa tersebut.
3. Administrasi dan Keuangan
Sekolah
Administrasi sekolah berpedoman
pada administrasi yang dibakukan oleh Departemen Pendidikan Nasional Direktorat
Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan Luar Biasa
meliputi, Administrasi Program Pengajaran, Kemuridan, Kepegawaian, Keuangan dan
Perlengkapan Barang. Administrasi sekolah di era otonomi ini menggunakan
prinsip School Based Management yang menempatkan kewenangan pengelolaan
sekolah sebagai satu entitas sistem, dalam format ini kepala sekolah dan
guru-guru sebagai kelompok profesional, bermitra dengan pihak-pihak yang
berkepentingan lainnya, dianggap memiliki kapasitas untuk memahami kekuatan,
kelemahan, peluang dan tantangan yang dihadapi sekolah dalam upaya
mengembangkan program-program sekolah yang diinginkan sesuai dengan visi dan
misi sekolah.
Prinsip perencanaan
pengadministrasian, penganggaran sampai dengan penggunaan dan
pertanggungjawaban dapat dilakukan bersama antara stake holders sekolah dengan
masyarakat dalam hal ini dewan sekolah/komite sekolah.
Fungsi dasar suatu administrasi
sekolah adalah sebagai suatu bentuk perencanaan, pencatatan,
penginventarisasian, pengendalian, dan analisis kebutuhan barang dana/keuangan.
Sebagai contoh dalam penyusunan anggaran berangkat dari rencana kegiatan atau
program yang telah disusun dan kemudian diperhitungkan berapa biaya yang
diperlukan untuk melaksanakan kegiatan tersebut, bukan dari jumlah dana yang
tersedia dan bagaimana dana tersebut dihabiskan. Dengan rancangan yang demikian
fungsi anggaran sebagai alat pengendalian kegiatan akan dapat diefektifkan.
Langkah-langkah penyusunan anggaran
yang dilakukan dan direncanakan bersama masyarakat meliputi:
- Menginventarisasi rencana kegiatan yang akan dilaksanakan.
- Menyusun rencana berdasar skala prioritas pelaksanaannya.
- Menentukan
program kerja dan rincian program.
1) Menetapkan kebutuhan untuk pelaksanaan rincian program.
2) Menghitung dana yang dibutuhkan.
3) Menentukan sumber dana untuk membiayai rencana.
Berbagai rencana yang dituangkan ke
dalam Rencana dan Program Tahunan sekolah pada dasarnya untuk merealisasikan
program sekolah, oleh karena itu anggaran yang diperlukan juga tercakup dalam
Rencana Anggaran dan Pendapatan Belanja Sekolah (APBS). Prinsip efisiensi harus
diterapkan dalam penyusunan rencana anggaran setiap program sekolah. Pada
anggaran yang disusun perlu dijelaskan, apakah rencana program yang akan
dilaksanakan merupakan hal yang baru atau merupakan kelanjutan atas kegiatan
yang telah dilaksanakan dalam periode sebelumnya, dengan menyebutkan sumber
dana sebelumnya.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
Sebagai salah satu usaha mewujudkan
peningkatan mutu pendidikan dan pemerataan kesempatan belajar bagi anak berkebutuhan
khusus tunarungu serta usaha mewujudkan kesejahteraan bagi anak, khususnya anak
tunarungu, maka pemerintah senantiasa berusaha merealisasikan cita-cita
tersebut antara lain dengan menyusun buku tentang informasi pelayanan
pendidikan sesuai dengan jenis kelainan yang disandang oleh peserta didik.
Penyusunan laporan untuk anak
tunarungu ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi dan menjadi pedoman bagi
pemerintah khususnya bagi para pembina dan penyelenggara pendidikan khusus pada
umumnya.
0 komentar:
Posting Komentar